Ombudsman RI Temukan Potensi Maladministrasi Dalam Pengangkatan, Pemberhentian Perangkat Desa
Siaran Pers
Nomor 045/HM.01/IX/2023
Kamis, 07 September 2023
Jakarta, Baraberita.com – Kamis, 07/09/2023 – Ombudsman RI menemukan adanya potensi maladministrasi dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Lantaran belum adanya aturan teknis dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa sehingga menyebabkan para kepala desa yang belum memahami aturan.
“Potensi maladministrasi yang dimaksud adalah tindakan tidak prosedural dan penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam tata kelola administrasi pemerintahan desa dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa,” terang Anggota Ombudsman RI, Dadan S. Suharmawijaya dalam Penyerahan Hasil Kajian Cepat mengenai “Tata Kelola Administrasi Pemerintahan Desa Dalam Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Kamis (07/09/2023) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Temuan ini merupakan hasil dari Kajian Cepat Ombudsman RI terkait tata kelola pemerintahan desa dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Dadan memaparkan sejumlah temuan dan saran perbaikan yang disampaikan kepada DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri.
Terjadinya pemberhentian perangkat desa tersebut dipicu oleh faktor internal dan eksternal. Faktor yang cukup mempengaruhi pemberhentian perangkat desa yaitu adanya Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
“Ombudsman menemukan, bahwa sanksi administrasi yang diatur dalam UU Desa dan peraturan pemerintah pelaksananya belum diatur dalam Permendagri. Sehingga dalam praktiknya terjadi perbedaan tahapan dalam proses pemberhentian perangkat desa,” ujar Dadan.
Temuan kedua, Dadan mengatakan pemberhentian perangkat desa terjadi hampir di seluruh daerah. Enam daerah yang tertinggi jumlah pemberhentian perangkat desa adalah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Takalar.
Ketiga, Dadan menjelaskan, upaya penyelesaian permasalahan perangkat desa oleh camat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), dan Inspektorat. Namun, dalam praktiknya upaya penyelesaian tersebut belum diperkuat dengan mekanisme baku, sehingga prosesnya belum sepenuhnya dirasakan memenuhi harapan kedua belah pihak baik kepala desa maupun perangkat desa.
Selanjutnya, Dadan mengatakan pihaknya telah merumuskan sejumlah saran perbaikan kepada Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI. Pada perubahan UU Desa agar menambahkan sejumlah pengaturan. Di antaranya, mengenai kewajiban bagi penjabat kepala desa dan perangkat desa untuk menjaga netralitas dalam pemilihan kepala desa. Selanjutnya, larangan bagi kepala desa untuk melakukan pengangkatan, mutasi dan/atau pemberhentian perangkat desa pada enam bulan sebelum dan sesudah pemilihan kepala desa.
Selain itu juga perlunya pengaturan tentang evaluasi terhadap kinerja perangkat desa sebagai bentuk pembinaan dan pengawasan. Termasuk referensi pemberhentian dilakukan dengan parameter yang terukur, yang secara tegas diamanatkan Undang-Undang agar diatur lebih detail melalui peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Secara spesifik kepada Kementerian Dalam Negeri, Ombudsman memberikan saran perbaikan. Pertama, pada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perangkat Desa perlu memuat tahapan teguran lisan/tertulis pada pemberhentian perangkat desa sesuai UU Desa dan PP Pelaksananya. Pedoman penyusunan parameter evaluasi terhadap kinerja perangkat desa, petunjuk teknis mekanisme konsultasi kepala desa kepada camat dan penerbitan rekomendasi camat. Pedoman penyelesaian pengaduan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
Kedua, agar Kemendagri menyusun konsep kebijakan peningkatan kompetensi kepala desa dan perangkat desa secara terstruktur oleh pemerintah daerah dalam tata kelola pemerintahan desa. Termasuk dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah desa. Ketiga, agar Kemendagri menyusun tata kelola administrasi jabatan perangkat desa sekaligus pendataan kepegawaian seluruh perangkat desa.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih mengatakan pada tahun 2016-2023, Ombudsman RI telah menerima pengaduan masyarakat sebanyak 3.661 laporan terkait dengan substansi desa. Pada data terbaru substansi laporan pedesaan tahun 2020-2022, menunjukkan dari 947 laporan sebanyak 375 atau 40% dari laporan yang masuk merupakan laporan mengenai permasalahan dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
Adapun metode yang digunakan dalam Rapid Assessment ini yaitu dengan melakukan telaah dokumen, wawancara, observasi dan studi pustaka. Adapun lokasi pengambilan data yaitu 14 desa dengan 12 kecamatan pada 12 kabupaten/kota di Indonesia.
“Dengan adanya hasil Rapid Assessment ini memperlihatkan perlunya sejumlah perbaikan di peraturan baik itu Undang-Undang Desa maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri yang terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Hal ini penting agar tidak terjadinya kejadian berulang pemberhentian perangkat desa dan mengantisipati terjadinya potensi maladministrasi,” ujar Ketua Ombudsman RI.
Laporan : Arimin JW.