Akibat Tsunami Selat Sunda 168 Tewas, 745 Luka Hingga 558 Rumah Rusak
Banten, BARABERITA.COM Minggu, 23/12/2018 Hingga Minggu sore, 23 Desember 2018, pukul 16.00 WIB, sebanyak 168 orang tercatat tewas akibat tsunami Selat Sunda pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. “Data dampak tsunami sampai pukul 16.00, 168 korban meninggal, 745 luka, dan 20 hilang,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Minggu, 23 Desember 2018.
Tsunami juga menyebabkan 745 orang terluka dan 20 orang hilang. Sebanyak 558 rumah, 9 hotel dan 10 kapal, rusak berat.
Dari jumlah korban meninggal, 14 di antaranya merupakan peserta pertemuan keluarga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Mereka peserta dari Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Barat. Korban selamat berjumlah 157 orang termasuk yang mengalami luka berat. Sedangkan 89 orang yang terdata masih belum ditemukan.
Pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga yang sedang melakukan kegiatan serupa juga menjadi korban tsunami Selat Sunda. “Rombongan sebanyak 50 orang, satu orang meninggal dan beberapa orang mengalami cedera,” kata Sekretaris Jenderal Kemenpora Gatot S Dewa Broto. Salah satu korbannya adalah Kepala Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Kesehatan Olahraga Nasional (PP-ITKON) Kemenpora Edi Nurinda.
Personel grup band Seventeen turut menjadi korban tsunami. Saat tsunami datang, Seventeen sedang manggung untuk acara gathering PLN di Pantai Tanjung Lesung. Menurut Yulia Dian, perwakilan dari manajemen Seventeen, pemain bass Seventeen, M. Awal Purbani, yang biasa disapa Bani dan Road Manajer Oki Wijaya meninggal. Sedangkan gitaris Herman Sikumbang dan penggebuk drum Seventeen, Andi Windu Darmawan, kru Seventeen, Ujan dan istri vokalis Seventeen, Irfan, Dylan Sahara belum ditemukan.
Seorang saksi mata tsunami Anyer, Hendi Alfatih, mengatakan Gunung Anak Krakatau meletus berulang kali sebelum tsunami menerjang kawasan Anyer, Banten. Pegiat komunitas sepeda Bike Camp Ceria yang sedang berkemah di Pantai Palem Cibeureum, Anyer itu mengatakan letusan gunung sudah berkali-kali terjadi sejak Sabtu siang, 22 Desember 2018. “Suaranya keras kayak geledek, letusannya kelihatan sampai ke Anyer,” kata dia.
Hendi menuturkan, kondisi gelombang hingga maghrib masih normal. Namun, menjelang malam, suara letusan gunung sudah tidak sesering pada siang hari. Hanya dari kejauhan, muntahan lava Gunung Anak Krakatau terlihat jelas karena hari sudah gelap.
Sekitar pukul 21.00, teman Hendi, Dika mulai menyadari gelombang laut semakin membesar. Hendi mengira itu hanya gelombang pasang. Tapi, tak berapa lama kemudian gelombang makin membesar dan memasuki daratan tempatnya berkemah.
Berdasarkan keterangan BNPB, korban jiwa dan kerusakan paling parah terjadi di kawasan wisata dan pemukiman sepanjang pantai dari Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Panimbang dan Carita.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG lewat akun Twitternya semula menyebut gelombang tinggi itu bukan tsunami melainkan fenomena akibat bulan purnama. Hal ini juga diperkuat pernyataan Sutopo bahwa gelombang tinggi di Pantai Anyer bukan tsunami.
BMKG kemudian meralat pernyataannya. Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rachmat Triyono, gelombang tinggi itu tsunami setelah berkonsultasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Laporan : Rommy Sumampow