Reka Cipta Kemasan Pangan Yang Aman Dan Ramah Lingkungan
Penulis: Deyvie Xyzquolyna, M.Si (Mahasiswa S3 Ilmu Pangan IPB University dan Dosen di Universitas Ichsan Gorontalo)
Pengemasan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan- kerusakan pada bahan yang dikemas/ dibungkusnya. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi (Thakur, dkk., 2018). Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan kulit polong dan lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan untuk pelindung tubuh dari gangguan cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik.
Dalam dunia modern seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dengan produk pangan. Sejalan dengan itu teknologi pengemasan telah berkembang dengan pesat. Berbagai inovasi kemasan bermunculan mulai dari bahan dasar, design, hingga additional value menjadikan kemasan pangan semakin canggih dan menarik.
Kemasan Biodegradable
Salah satu kemasan yang banyak digunakan adalah plastik. Polimer sintetis berbahan dasar minyak bumi yang akan sangat lambat didegradasi secara biologi, dan dalam penggunaan secara besar- besaran akan menyebabkan akumulasi limbah dan berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Banyak tempat di Indonesia, proses merecycle sampah plastik masih belum maksimal dilakukan. Terbukti dengan tempat TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) yang ada di daerah- daerah masih banyak yang mandek alias tidak berjalan optimal.
Bukan tidak mungkin ke depan, akan ada teknologi yang memanfaatkan senyawa kimia, energi tinggi atau proses panas untuk mendegradasi limbah plastik. Namun hal ini tentu membutuhkan waktu, biaya dan proses yang panjang. Oleh karena itu, sekarang banyak penelitian mengembangkan kemasan dari polimer yang mudah didegradasi misalnya selulosa, pati, pektin, kitosan, alginat, agar dan lain- lain. Bahan dasar (raw materialnya) dapat berasal dari tanaman (bagian batang pohon, pelepah kelapa sawit, atau dari limbah tanaman), limbah kulit hewan (udang, kepiting, rajungan), ataupun dari alga dan rumput laut.
Teknologi Kemasan Aktif
Definisi dari kemasan aktif adalah teknik kemasan yang mempunyai sebuah indikator eksternal atau internal untuk menunjukkan secara aktif perubahan produk serta menentukan mutunya. Kemasan akif disebut sebagai kemasan interaktif karena adanya interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Tujuan dari kemasan aktif atau interaktif adalah untuk mempertahankan mutu produk dan memperpanjang masa simpannya. Jenis utama kemasan aktif adalah penggunaan bahan penjerap (absorber) air dan uap air, penyerap gas oksigen dan etilen, pelepas karbondioksia (CO2). Dapat pula dengan menggunakan bahan seperti agen antimikrobia, bahan antioksidan, atau penstabil flavor.
Sekarang ini, bahan aktif yang banyak ditambahkan pada makanan kemasan (seperti produk makanan ringan/ snack) adalah bahan penjerap gas oksigen dan antioksidan. Bahan penyerap oksigen adalah sebuah bahan yang efektif diaplikasikan pada kemasan pangan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mencegah terjadinya kerusakan oksidatif. Reaksi oksidasi dapat terjadi pada makanan dalam kemasan, terutama apabila makanan tersebut mengandung tinggi lemak. Akibat reaksi oksidasi ini adalah penurunan mutu produk dari segi aroma, warna, dan rasa, serta umur simpan menjadi singkat. Gugus fungsi spesifik pada bahan penjerap akan berikatan dengan molekul oksigen yang ada di ruang dalam kemasan. Bahan penyerap oksigen misalnya berupa logam yang diaktifkan, senyawa organik (asam askorbat, garam asam askorbat, asam galat, dan katekol) (Gaikwad, Singh, & Lee, 2018). Sedangkan antioksidan pada kemasan bertanggung jawab dalam menghambat reaksi oleh radikal bebas, yang juga disebut reactive oxygen spesies (ROS), yang kemudian akan melambatkan oksidasi lemak dalam makanan yang dikemas. Antioksidan sintetik yang telah banyak ditambahkan pada makanan kemasan misalnya BHA (butylatehydroxysole) dan BHT (butylated hydroxytoluene). Banyak penelitian yang mengembangkan bahan antioksidan dalam kemasan berupa: 1) bahan aktif antioksidan dimasukkan dalam kemasan kecil (sachet) yang kemudian dimasukkan ke dalam kemasan primer bahan makanan, dan 2) membuat kemasan utama atau kemasan primer yang telah diinkorporasikan dengan senyawa antioksidan.
Keamanan Kemasan Aktif
Seiring meningkatnya penggunaan kemasan aktif pada produk makanan, negara- negara di Eropa dan Amerika telah membuat peraturan untuk mengontrol interaksi pangan dan material kemasan. Uni Eropa mengatur keamanan penggunaan kemasan aktif dan kemasan cerdas dalam Regulation 1935/2004/EC dan 450/2009/EC. Regulasi tersebut mengatur penggunaan kemasan aktif dan kemasan cerdas, yang mensyaratkan kemasan dapat meningkatkan keamanan, kualitas, dan umur simpan pangan di dalamnya. Persyaratan umum untuk kemasan pangan termasuk kemasan aktif dan kemasan cerdas menyatakan bahwa pembuatan material dan article harus memenuhi good manufacturing practice sehingga tidak melepaskan komponennya ke dalam pangan dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia atau menyebabkan perubahan organoleptis atau kerusakan pangan. Di Amerika Serikat, bahan yang digunakan untuk kontak dengan pangan menjadi subjek penilaian oleh US Food and Drug Administration (FDA). Selama bahan dalam sistem kemasan aktif atau kemasan cerdas tidak diperuntukkan untuk menambah zat ke dalam pangan, atau memiliki efek teknis (sehingga disebut bahan tambahan tidak langsung), maka tidak diperlukan peraturan khusus (Widiastuti, 2016). Di Indonesia, hingga saat ini belum ada peraturan khusus terkait kemasan aktif. Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011, kemasan cerdas termasuk salah satu jenis bahan kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan.
Ada 2 hal yang dapat saya simpulkan dalam tulisan ini. Pertama, diperlukan upaya terus- menerus untuk mengatasi masalah penggunaan plastik yang dapat menjadi penyebab pencemaran lingkungan. Kedua, penelitian kemasan pangan yang aman, canggih dan ramah lingkungan tidak hanya sebatas hasil penelitian semata. Namun, bagaimana agar semua pihak dapat mengakses untuk produk pangan yang dibuatnya dan sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah.